promo
 promo
Berita

TBPP, Siasat Bupati Samosir Vandiko T. Gultom Bagi-bagi APBD Samosir kepada Kroni

 

Samosir indoglobe news.id.

Salah satu kebijakan oportunis dari Bupati Vandiko adalah dengan pembentukan/pengangkatan Tim Bupati Percepatan Pembangunan (TBPP) yang tampak sebagai kebijakan untuk membagi-bagi uang APBD Samosir kepada kroni kroni Bupati Samosir Vandiko.

 Dimana ditetapkan besaran honor atau pendapatan personil timnya yang berjumlah lima orang sangat fantastis yakni Rp 17 juta perbulan per orang. Dan ternyata kebijakan pembentukan/pengangkatan TBPP oleh Bupati Samosir Vandiko kemudian telah terkoreksi oleh BPK RI sebagai kebijakan yang melanggar peraturan perundangundangan dan merugikan keuangan Negara/daerah.

TBPP dibentuk berdasarkan Peraturan Bupati Samosir Nomor 46 Tahun 2021 tanggal 2 November tahun 2021 tentang Tim Bupati Untuk Percepatan Pembangunan (TBPP). Personil TBPP diangkat berdasarkan Keputusan Bupati Samosir Nomor 240 tahun 2021 tanggal 3 November 2021 tentang Pengangkatan Tim Bupati Untuk Percepatan Pembangunan. Awalnya TBPP berjumlah 5 orang, terdiri dari MS, CS, LPMS, BG, PPS.

Selain telah kelihatan merupakan sebagai upaya memperkaya pihak lain dengan merugikan keuangan Negara/daerah, pembentukan/pengangkatan TBPP oleh Bupati Samosir Vandiko telah terkoreksi sebagai kebijakan yang bermasalah. Dimana kemudian oleh BPK RI Perwakilan Sumatera Utara menyebut, ditemukan bahwa TBPP dalam melaksanakan tugasnya tidak memiliki kerangka acuan kerja yang jelas, sasaran, lingkup kegiatan, keluaran yang dihasilkan dan kualifikasi tenaga ahli tidak dapat terukur dengan jelas. Lebih lanjut BPK RI Perwakilan Sumatera Utara menyebutkan bahwa kegiatan yang dilakukan TBPP merupakan tugas dan fungsi SKPD.

Selain itu, perancangan dan realiasi belanja honorarium TBPP juga menyalahi aturan. Hal ini berkenaan dengan isi LHP BPK RI Perwakilan Sumatera Utara Nomor 45.B/LHP/XVIII.MDN/04/2022 tanggal 28 April 2022. Dimana dalam kurun waktu tahun 2021, honorarium untuk 4 (empat) personil TBPP telah direalisasikan selama 4 (empat) bulan sebesar Rp 17.000.000 /bulan sehingga total Rp 272.000.000 (4 orang x 4 bulan x Rp 17.000.000).

Diketahui sesungguhnya belanja honorarium yang direalisasikan tersebut bukan anggaran yang disediakan di APBD untuk pembayaran honor TBPP, akan tetapi ‘dibajak’ dari mata anggaran belanja tenaga ahli. Perealisasian belanja dengan cara ini (membayar belanja yang tidak dianggarkan di APBD) merupakan cara yang dilarang dalam pengelolaan keuangan daerah, BPK RI Perwakilan Sumatera Utara menyebut tindakan tersebut membebani APBD Kabupaten Samosir.

Selain itu, diketahui besaran anggaran/realisasi honorarium TBPP ini melanggar aturan karena kemahalan. Sekalian amanah Perpres 33 tahun 2020 tentang Standar Harga Satuan Regional, maksimal honorarium tim yang SK timnya ditetapkan oleh Kepala Daerah adalah Rp1.500.000 perbulan dan semakin turun sesuai dengan kedudukan dalam tim.

Oleh BPK RI Perwakilan Sumatera Utara sendiri menyebut pembentukan TBPP
tidak sesuai dengan PP Nomor 18 tahun 2016 sebagaimana diubah dengan PP
Nomor 72 tahun 2019 tentang perangkat daerah yaitu berkenaan dengan Pasal 1
angka 3, Pasal 5 ayat huruf a), b), c), d), e) dan f), Pasal 102 huruf a),b), c), d) dan
e), Pasal 103 huruf a) dan b). Juga tidak sesuai dengan PP Nomor 12 tahun 2019
tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.

Diketahui, keputusan pembentukan TBPP oleh Bupati Samosir Vandiko T. Gultom merupakan kebijakan yang tidak ada konsiderannya, karena pembentukan perangkat seperti TBPP tidak ada diatur dalam peraturan perundangundangan. Mengenai keberadaan perangkat daerah sendiri telah diatur seperti halnya dalam
PP Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah serta perubahannya yakni PP Nomor 72 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 Tentang Perangkat Daerah.

Pada Pasal 5 ayat (2) PP tersebut dikatakan, bahwa Perangkat Daerah
kabupaten/kota terdiri atas: a. sekretariat Daerah ; b. sekretariat DPRD ; c. inspektorat ; d. Dinas ; e. Badan ; dan f. kecamatan. Dalam peraturan ini tidak ada disyaratkan mengenai pembentukan perangkat sejenis TBPP.

Sama halnya oleh Peraturan Bupati Samosir Nomor 6 Tahun 2020 tentang
Alur/Garis Koordinasi Sekretariat Daerah Kabupaten Samosir dengan Perangkat Daerah di Lingkungan Pemerintah Kabupaten, disebutkan pada Pasal 1 angka 11, “Perangkat Daerah adalah Unsur Pembantu Kepala Daerah dalam Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah yang terdiri dari Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD,
Inspektorat Daerah, Satuan Polisi Pamong Praja, Dinas Daerah, Badan Daerah, dan Kecamatan. Dalam Peraturan Bupati Samosir ini juga tidak disyaratkan mengenai pembentukan atau pengangkatan perangkat sejenis TBPP.

Pada sisi lain, boleh saja pembentukan/pengangkatan TBPP oleh Bupati Vandiko dipandang sebagai penggunaan kewenangan diskresi. Lalu apakah dalam hal Vandiko Timotius Gultom selaku Bupati Samosir salah dalam hal mengambil tindakan atau kebijakan menggunakan kewenangan diskresi dalam membentuk
TBPP? Tentu tidak salah.

Karena kepada pejabat pemerintahan diberikan kewenangan diskresi yaitu
kewenangan pejabat untuk membuat suatu keputusan atau tindakan untuk
mengatasi persoalan konkret dalam penyelenggaraan pemerintahan dimana
peraturan perundangunangan tidak atau belum mengatur lengkap atau tidak mengatur jelas terkait keputusan atau tindakan yang diambil oleh pejabat dimaksud.

Diatur dalam Undang–Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan, pada Pasal 1 Angka 9 disebutkan, Diskresi adalah Keputusan dan/atau Tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan oleh Pejabat Pemerintahan untuk mengatasi persoalan konkret yang dihadapi dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam hal peraturan perundangundangan yang memberikan pilihan, tidak mengatur, tidak lengkap atau tidak jelas, dan/atau adanya
stagnasi pemerintahan.

Selanjutnya pada Pasal 6 ayat (1) disebutkan, Pejabat Pemerintahan memiliki hak untuk menggunakan Kewenangan dalam mengambil Keputusan dan/atau Tindakan.
Selanjutnya pada ayat (2) huruf e disebutkan, Hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi, menggunakan Diskresi sesuai dengan tujuannya.

Lebih jelas mengenai diskresi sesuai UU 30 tahun 2014 ini, diskresi adalah
keputusan atau tindakan yang ditetapkan atau dilakukan oleh Pejabat Pemerintahan untuk mengatasi persoalan konkret yang dihadapi dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam hal peraturan perundang-undangan yang tidak mengatur, tidak lengkap atau tidak jelas, atau adanya stagnasi pemerintahan. Oleh karena itu
diskresi digunakan terutama karena, pertama kondisi darurat yang tidak
memungkinkan untuk menerapkan ketentuan tertulis ; kedua tidak ada atau belum ada peraturan yang mengaturnya ; dan ketiga sudah ada peraturannya namun redaksinya samar atau multitafsir.

Berdasarkan pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pada hakekatnya diskresi merupakan kebebasan bertindak atau kebebasan mengambil keputusan dari badan atau pejabat pemerintahan menurut pendapatnya sendiri sebagai
pelengkap dari asas legalitas manakala hukum yang berlaku tidak mampu
menyelesaikan permasalahan tertentu yang muncul secara tiba-tiba, bisa karena peraturannya memang tidak ada atau karena peraturan yang ada yang mengatur tentang sesuatu hal tidak jelas.

Jadi dalam hal Bupati Samosir Vandiko Timotius Gultom membentuk TBPP dengan menggunakan kewenangan diskresi tidak ada masalah. Akan tetapi dalam proses menggunakan kewenangan diskresi dalam pembentukan/pengangkatan TBPP,
Bupati Samosir Vandiko Timotius Gultom dan atau jajarannya melanggar aturan, karena penggunaan kewenangan diskresi disyaratkan harus mematuhi peraturan perundang undangan yang berlaku tentang hal-hal yang terkait (ekses) dari penggunaan kewenangan diskresi oleh pejabat pemerintahan.

Selanjutnya, apa permasalahan dalam hal Bupati Samosir Vandiko Timotius Gultom dan atau jajarannya dalam menggunakan kewenangan diskresi pada pembentukan dan pengangkatan TBPP? Merujuk kepada fakta yang disajikan oleh pemeriksa eksternal (BPK RI Perwakilan Sumatera Utara), pada pembentukan dan pengangkatan TBPP, Bupati Samosir dan atau jajaran melanggar peraturan
perundangundangan serta dinyatakan telah terjadi kerugian keuangan
Negara/daerah sebagai ekses dari keputusan pembentukan dan pengangkatan TBPP yang diproses berdasarkan penggunaan kewenangan diskresi tersebut.

Dalam pelaksanan kebijakan pembentukan dan pengangkatan TBPP ini tentu ada juga unsur penyalahgunaan kewenangan Bupati. Ada delik penyalahgunaan wewenang dalam tindak pidana korupsi diatur dalam Pasal 3 UU PTPK (UU 31/1999 dan perubahannya UU 20/2001) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dikatakan “Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

Lebih lanjut pada Pasal 76 UU 32/2004 disebutkan, “Kepala daerah dan wakil kepala daerah dilarang membuat keputusan yang secara khusus memberikan keuntungan pribadi, keluarga, kroni, golongan tertentu, atau kelompok politiknya yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dilarang menyalahgunakan wewenang yang menguntungkan diri sendiri dan/atau merugikan Daerah yang dipimpin, juga dilarang menyalahgunakan wewenang dan melanggar sumpah/janji jabatannya.
(bersambung)
(Marada Sihombing)(IGN_Samosir)