Palu, Indoglobe News
Penyidik Polda Sulteng terus mengejar Dugaan pemalsuan Dokumen dan Akta Notaris No. 26 Yayasan Alkhairaat. Dugaan pemalsuan tersebut diduga dilakukan salah satu Notaris di Kota Palu bernama Irwan, SH, MKN.
Demikian dikatakan Pengacara Alkhaeraat, Salmin Hedar, SH. Sabtu, (19/8/23) di Palu.
Menurut Salmin hingga saat ini penyidik polda Sulteng telah memeriksa sebanyak 8 orang saksi berasal dari pengurus dan Abnaul khaeraat guna mendalami soal keterlibatan oknum Notaris Irwan dan orang orang yang diduga ikut dalam persoalan Alkhaeraat.
Saat ditanya media ini soal motif pemalsuan Akte Yayasan Alkhaeraat tersebut.
Salmin menduga keras adanya bisnis to bisnis yang hendak dilakukan sesama atau didalam keluarga Almarhum Guru Tua, sehingga terjadi perebutan kekuasaan didalam kubu Alkhaeraat itu sendiri dengan memalsukan akte Yayasan sekaligus tanda tangan Hj. Syarifa Sida Aljufri.
Sedangkan jadwal pemeriksaan terduga Notaris Irwan, menurut Salmin Hendra sejauh ini pihak penyidik Polda Sulteng sudah melayangkan panggilan ke Pihak Majelis Kehormatan Notaris (MKN), namun hingga saat ini belum ada jawaban dari Pihak MKN, namun Penyidik terus memburu dan menunggu oknum Notaris yang bersangkutan untuk diperiksa.
Saat ditanya soal mekanisme pemanggilan dan SOP pemeriksaan oknum Notaris yang diduga tersandung kasus Hukum, Salmin Hedar menjelaskan bahwa "Penyidik yang melakukan pemeriksaan, dengan menyebutkan alasan pemanggilan secara jelas, berwenang memanggil tersangka dan saksi yang dianggap perlu untuk diperiksa dengan surat panggilan yang sah dengan memperhatikan tenggang waktu yang wajar antara diterimanya panggilan dan hari seorang itu diharuskan memenuhi panggilan tersebut.
Orang yang dipanggil wajib datang kepada penyidik dan jika ia tidak datang penyidik memanggil sekali lagi, dengan perintah kepada petugas untuk membawa kepadanya. Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa: "Segala warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya."
Untuk Pemanggilan Notaris terdapat ketentuan khusus yang dibunnyikan dalam Pasal 66 Ayat (1) UU Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris berbunyi, “Untuk kepentingan penyidik, penuntut umum, atau hakim dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah berwenang : (a) mengambil fotokopi Minuta Akta dan atau surat-surat yang dilekatkan pada Minuta Akta atau Protokol Notaris dalam penyimpanan notaris, dan (b) memanggil notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan akta yang dibuatnya atau Protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan notaris.”
Sejarah mencatat bahwa pada tanggal 28 Mei 2013 dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU-X/2013 Majelis MK memutuskan mengabulkan permohonan uji materi Pasal 66 ayat (1) UU No 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang diajukan Kant Kamal. Dalam putusannya, MK membatalkan frasa “dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah” dalam pasal yang diuji. Dengan demikian, pemeriksaan proses hukum yang melibatkan pejabat notaris tak perlu persetujuan Majelis Pengawas Daerah (MPD).
Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Undang undang ini tidak mengakomodir Putusan MK No 49/PUU-X/2013 tetapi menambahkan Ketentuan ayat (1) Pasal 66 diubah dan ditambah 2 (dua) ayat, yakni ayat (3) dan ayat (4) yang memberikan batasan waktu kepada Majelis kehormatan Notaris dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak diterimanya surat permintaan persetujuan, MKN wajib memberikan jawaban menerima atau menolak permintaan persetujuan dan apabila majelis kehormatan Notaris tidak memberikan jawaban dalam jangka waktu tersebut, majelis kehormatan Notaris dianggap menerima permintaan persetujuan.
(Kasmin/IGN)